Mengaku Berzina Harus Empat Kali?

الحديث السادس والاربعون بعد الثلاثمائة

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَى رَجُلٌ مِنَ المُسْلِمِينَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَنَادَاهُ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ. فَتَنَحَّى تِاْقَاءَ وَجْهِهِ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ. حَتَّى ثَنَّى ذلكَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ

الحديث السابع والاربعون بعد الثلاثمائة

فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ دَعَاهُ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : “أَبِكَ جُنُونٌ” قَالَ لَا. قَالَ : “فَهَلْ أَحْصِنْتَ؟” قَالَ : نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “اذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ”

قَالَ ابْنُ شِهَابٍ : فَأَخْبَرَنِي أبُو سَلَمَةَ بنُ عَبْدِ الرَحْمنِ : أنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُوْلُ : كُنْتُ فِيمَنْ رَجَمَهُ فَرَجَمْنَاهُ بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا أَذْلَقَتْهُ الْحِجَارَةُ هَرَبَ فَأَدْرَكْنَاهُ بِالْحَرَّةِ فَرَجَمْنَاهُ

الرَجُلُ هُوَ مَاعِزُ بْنُ مَالِكٍ. وَ رَوَى قِصَّتَهُ, جَابِرِ بْنُ سَمُرَةَ وَ عَبْدُ الله بْنُ عَبَّاسٍ, وَ أبُو سَعِيدٍ الخُدرِى, وَ بُرَيدَةُ بنُ الحُصَيبِ الأسْلَمِى

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan; Seseorang mendatangi Rasulullah yang ketika itu sedang berada di masjid. Dia menyeru beliau dan berkata; “Ya Rasulullah, aku telah berzina”. Lalu Rasulullah berpaling darinya, maka dia bergeser menghadap wajah Nabi dan ia berkata: “Ya Rasulullah, aku telah berzina”. Lalu Rasulullah berpaling darinya. Tetapi dia tetap mengulanginya sebanyak empat kali. Setelah ia bersaksi empat kali atas dirinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya dan bertanya; “apakah kamu mengalami sakit gila?” ‘Tidak’ jawabnya.”Kamu sudah menikah?” Tanya Nabi. ‘Ya’ jawabnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “pergilah kalian bersama orang ini, dan rajamlah ia!” Ibnu Syihab mengatakan; “Abu Salamah bin Abdurrohman bercerita kepadaku bahwasanya ia mendengar Jabir bin Abdulloh radhiyallahu ‘anhu berkata; “Aku diantara orang-orang yang merajamnya, kami merajamnya di mushalla[1]. Setelah dia terkena lemparan batu, dia melarikan diri, maka kami menangkapnya di Harrah[2] dan kami merajamnya.”[3] [4]

Laki-laki dalam hadits yang dimaksud adalah Ma’iz bin Malik. Kisahnya diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, Abdullah bin Abbas, Abu Sa’id Al Khudry, dan Buraidah bin Al Hushaib Al Aslamy”[5]

Kandungan Umum Hadits

Ma’iz bin Malik Al Aslamy radhiyallahu ‘anhu mendatangi Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam ketika Nabi sedang berada di masjid. Maka ia memanggil Beliau dan mengaku dirinya telah berzina. Lalu Nabi berpaling darinya dengan maksud agar ia pulang saja ke rumahnya dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aka tetapi Ma’iz datang dalam keadaan marah kepada dirinya dan bertekad untuk mensucikan dirinya (dari maksiat) dengan hukuman had. Maka ia menghadap wajah Nabi untuk kedua kalinya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kembali berpaling darinya. Dan Ma’iz pun kembali mengaku bahwa dirinya telah berzina.

Maka Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kembali berpaling darinya sampai ia bersaksi sampai empat kali bahwa dirinya telah berzina.

Kemudian Nabi mengecek keadaan dirinya, Beliau bertanya: “Apakah kamu sakit gila?”, Ma’iz menjawab: “Tidak”. Lalu Beliau bertanya pada keluarganya tentang Ma’iz, maka keluarganya mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Kemudian Beliau bertanya lagi: “Apakah ia sudah menikah ataukah masih bujang sehingga ia bisa tidak dirajam?”. Maka dijawab bahwa ia sudah menikah. Beliau bertanya lagi: “Mudah-mudahan tidak ada hal yang mewajibkan hukum rajam padanya, apakah ia hanya meraba atau mencium saja?”. Dijawab bahwa ia melakukan zina yang sebenarnya.

Ketika Nabi telah mengecek semuanya, dan telah pasti bahwa ia harus dirajam, Beliau memerintahkan para shahabatnya membawa Ma’iz pergi dan merajamnya. Maka mereka pergi bersama Ma’iz ke Baqi’ Al Gharqad[6] dan merajamnya. Ketika Ma’iz merasakan sakitnya lemparan batu, jiwa kemanusiaannya ‘menuntut’ dirinya untuk melarikan diri dan mendorongnya untuk lari dari kematian, maka ia pun melarikan diri. Lalu para shahabat berhasil menangkapnya di Harrah, maka mereka mempercepat hukuman rajam sampai akhirnya Ma’iz bin Malik meninggal. Semoga Allah merahmatinya dan meridhainya.

Pelajaran Yang Bisa Dipetik Dari Hadits

1. Perbuatan zina bisa ditetapkan dengan pengakuan, sebagaimana bisa ditetapkan dengan persaksian

Jika ada yang bertanya: “Apakah cukup hanya dengan sekali pengakuan, ataukah harus dengan empat kali pengakuan sebagaimana hadits di atas?”. Insya Allah akan datang penjelasannya

2. Orang gila tidak diterima pengakuannya, dan tidak ada hukum had padanya karena syarat hukum had bisa ditegakkan pada seseorang adalah At Taklif (yaitu baligh dan berakal)

3. Wajib bagi hakim dan mufti (pemberi fatwa) agar selalu cross check (mencari informasi) dalam menghukumi sesuatu, dan bertanya tentang hal-hal yang rinci yang mewajibkan diketahuinya hal-hal yang rinci tersebut yang bisa menyebabkan perubahan hukum pada sesuatu.

Sungguh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bertanya pada Ma’iz radhiyallahu ‘anhu tentang perbuatannya tersebut sampai jelas bahwa ia telah melakukan zina yang sebenarnya.

{Jika saja setelah cross check dan menanyakan hal yang rinci apakah ia hanya meraba atau mencium saja, diketahui bahwa ia hanya meraba-raba saja, maka hukumnya akan berubah, yaitu tidak dirajam sampai mati, padahal ia mengaku telah berbuat zina. Jadi Rasulullah tidak langsung menghukum rajam Ma’iz ketika ia mengaku berzina, akan tetapi Beliau bertanya hal yang rinci padanya karena ada kemungkinan hukum bisa berubah jika Ma’iz menjawab dengan sesuatu yang menyebabkan ia tidak dirajam sampai mati semisal ia belum menikah, hanya meraba, dan lainnya – tambahan penjelasan Ust. Aris Munandar hafizhahullah}

Beliau juga bertanya kepada keluarganya tentang akalnya, berpaling darinya sampai ia mengulangi pengakuannya, dan mengecek keadaan dirinya. Dalam Fathul Baari, dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersungguh-sungguh dalam menggali informasi, dan ini beliau lakukan  setelah Ma’iz mengaku untuk keempat kalinya. Maka keadaan Ma’iz tersebut menguatkan disyaratkannya pengakuan yang berulang karena perbuatan Nabi ini (yakni mengecek dengan sungguh-sungguh) dilakukan setelah Ma’iz mengaku untuk yang keempat kalinya.

1. Hukuman had bagi pezina yang sudah menikah adalah dirajam dengan batu sampai mati dan tidak dibuat galian untuknya ketika dirajam

2. Tidak disyaratkan ketika menegakkan hukum had akan hadirnya penguasa atau wakilnya. Tapi yang lebih baik adalah hadirnya salah satu dari mereka untuk mengamankan kondisi dari adanya kecurangan ataupun mempermainkan hukum Allah Ta’ala

3. Hukum had boleh dilaksanakan di tempat untuk shalat jenazah. Awalnya mereka membuat mushalla tersebut khusus sebagai tempat shalat jenazah

4. Hukum had adalah kafarah untuk maksiat yang dilakukan seseorang dan ini adalah ijma’

Telah ada dalil yang secara tegas menerangkan hal terebut dalam sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam,

مَنْ فعل شيئا مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ بِهِ فالدنيا فَهُوَ كَفَّارَتُهُ

“Barangsiapa yang melakukan hal tersebut kemudian dia dihukum karena hal tersebut di dunia, maka hukuman itu sebagai penebus dosanya”[7]

  1. Dosa maksiat gugur dengan taubat nashuha. Ini adalah ijma’ kaum muslimin
  2. Boleh seorang imam atau hakim berpaling dari seseorang yang mengakui dirinya berzina agar ia melakukan sesuatu yang tidak mewajibkan hukum had diterapkan pada dirinya.  Dan hudud tercegah penerapannya jika masih ada kesamaran (syubhat)
  3. Hadits ini menceritakan keistimewaan shahabat Ma’iz radhiyallahu ‘anhu. Karena ia mendatangi Nabi dalam keadaan marah pada dirinya karena Allah Ta’ala dan ingin mensucikan dirinya padahal Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah berpaling darinya dan juga menanyakan sesuatu yang mungkin jawabannya dapat  merubah hukum sehingga Ma’iz tidak perlu dirajam

Perbedaan pendapat para ‘ulama

Ulama berselisih pendapat apakah wajib mengulangi pengakuan sampai empat kali atau tidak?

Maka pendapat dari sebagian ahli ‘ilmu seperti Imam Ahmad, jumhur ulama, Al Hakam, Ibnu Abi Layla, dan Hanafiyyah adalah wajib mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Mereka berdalil dengan hadits yang sedang kita bahas ini.  Maka Nabi tidak menerapkan hukum had kepada Ma’iz kecuali setelah Ia mengaku bahwa dirinya berzina sebanyak empat kali pengakuan. Dan juga men-qiyas-kan dengan persaksian zina, bahwasanya persaksian zina tidak diterima kecuali dengan empat orang saksi laki-laki. Dan tidak disyaratkan pengakuan tersebut dilakukan di beberapa majelis yang berbeda[8], berbeda dengan Hanafiyyah.

Sedangkan Imam Malik, Imam Syafi’i, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir berpendapat bahwa penerapan hukum had cukup dengan satu kali pengakuan berdasarkan hadits :

وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنْ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا

“Pergilah wahai Unais kepada wanita ini, jika ia mengaku berzina maka rajamlah ia” (HR. Bukhari)

Dalam hadits ini tidak disebutkan harus mengaku sampai empat kali. Maka wanita tersebut dirajam meskipun hanya mengakui perbuatan zinanya satu kali.

Adapun jawaban terhadap hadits Ma’iz adalah adanya ‘kegoncangan’ dalam riwayat yang menyebutkan bilangan tertentu dalam pengakuan. Terkadang datang hadits yang menyebutkan empat kali pengakuan, ada juga hadits yang menyebutkan dua kali pengakuan, dan ada yang tiga kali pengakuan. Dan pendapat kedua insya Allah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam.


[1] Maksudnya yaitu tempat sholat jenazah atau sholat ‘ied

[2] Yaitu pinggir kota Madinah

[3] Riwayat Bukhari [no. 5271 bab Ath Thalaq; no. 6815 dan 6825 bab Al Hudud], Muslim [1691 bab Al Hudud], Ahmad dalam Musnad-nya [2/453]

[4] Hadits 346 dan 347 adalah satu hadits. Tetapi Syaikh Abdullah Alu Bassam membagi hadits ini menjadi dua pokok bahasan

[5] Ini adalah tambahan dari Syaikh Abdullah Alu Bassam untuk melengkapi kisah hadits ini

[6] Baqi’ Al Gharqad adalah nama tempat untuk shalat jenazah

[7] Karena keterbatasan ilmu, saya tidak dapat menemukan lafazh hadits sebagaimana yang Syaikh Alu Bassam paparkan. Adapun hadits lain yang semakna mengenai hal ini banyak, diantaranya :

ومن أصاب من ذلك شيئا فعوقب به فهو كفارته

“Barangsiapa yang melanggarnya kemudian dihukum, maka hukumannya adalah penebus dosa baginya” (HR. Bukhari no. 6784)

[8] Yaitu setiap satu kali persaksian dilakukan di tempat yang berbeda

Tag:

3 responses to “Mengaku Berzina Harus Empat Kali?”

  1. Ian says :

    Akh, adakah hukum penebus dosa di dunia bagi yg berzina selain rajam sampai mati, sedangkan dia ingin benar2 bertaubat ?

    Trims

    • ibnuabizakarya says :

      Jika dia benar-benar menyesali perbuatannya, hendaknya ia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan taubat yang sebenarnya dan bertekad tidak akan pernah mengulanginya, memperbaiki keimanannya dan meningkatkan amal shalihnya, dan tidak perlu melapor ke pemerintah, wallahu a’lam.

  2. Mr. X says :

    Saya benar-benar takut, saya adalah pria berumur 19 thn belum menikah. Katakanlah saya adalah orang yang terlibat kaitannya dengan postingan di atas. Aduhh benar saya bingung kali. Sankin bingungya, masalah yang saya alami ini sampai mempengaruhi ekspresi muka saya menjadi penuh penyesalan.

    Kesalahan ini baru-baru saja saya lakukan, tapi hal itu justru membuat saya semakin tenggelam. Seperti baru sekali gak apa-apa itu, selanjutnya baru dua kali, dan akhirnya sampai berkali-kali.

    Kalo mikirin harus didera, sumpah saya jadi down kali. Kalo mau tobat, tetapi karena saya masih sama si Doi, bawaannya jadi mau coba untuk yang ke sekian kali.

    Saya uda coba mutusin si Doi, tapi selalu gagal, penyebabnya karena saya sendiri dan si Doi juga yang gak mau diputusin.

    Hampir-hampir gila saya, gak sadar uda 3 bulan berlalu sejak saya pertama kali cobainnya. Saya butuh semacam “Jadwal Taubat”, biar saya amalin. Kalo bisa jadwal taubat itu bisa menyeimbangkan ibadah dengan pacaran versi Islam (walaupun saya sadar, pacaran di dalam Islam adalah tidak ada).

    Mas kirimin ke email saya ya jadwalnya, xxx@gmail.com

    Saya gak mau ngecewai orang tua saya yang sudah bersusah payah berjualan di kaki lima untuk bisa meng-kuliahkan saya di salah satu Universitas Negeri di Medan.

    Wss

Tinggalkan komentar